_Cinta_ merupakan ibarat condongnya hati terhadap sesuatu yang amat terasa keindahannya. Kalau condongnya hati terlalu kuat dan menggebu-gebu, artinya sudah sampai tingkat _rindu_. Rasa rindu itu mampu membawa seseorang menjadi budak bagi yang dicintai, bahkan sanggup membelanjakan semua yang dimiliki demi menyenangkan orang yang dicintai.
Jika dalam literatur Barat terkenal dengan kisah cinta antara _*Romeo dan Yuliet*_, maka dalam literatur Arab tersebutlah kisah cinta antara _*Qois dan Laila*_.
Kisah ini sengaja kami sajikan untuk menggambarkan bagaimana seharusnya seorang hamba mencintai Sang Kholik, melebihi cintanya seseorang terhadap kekasihnya.
Kisah Laila Majnun adalah kisah seorang pemuda bernama _*Qais*_ dan seorang wanita yang bernama _*Laila*_ gadis terpandang dan terhormat serta kaya, sementara _*Qais*_ hanyalah seorang pemuda biasa tanpa mempunyai status atau kedudukan yang tinggi di masyarakat sehingga orang tua _Laila_ tidak menyetujui hubungan mereka, walaupun _Qois_ sangat tergila-gila dengan Laila. Sampai-sampai ketika hendak makan teringat Laila, ketika hendak tidur yang diingetnya hanyalah Laila, bahkan ketika mendongak ke atas yang terlihat hanyalah wajah Laila. Laila adalah segalanya.
Ketika cinta keduanya diketahui oleh raja, sang Raja memanggil Laila dan berkata : “_*Wahai Laila, sebetulnya tidak sebegitu cantik dirimu hingga harus membuat Qois tergila-gila padamu*_”.
Laila pun menjawab : _*Itu karena mata Baginda Raja bukan mata Qois*_
Meski begitu saking cintanya Qais dengan Laila, sepanjang jalan ia membuat syair yang romantis dan indah untuk Laila. Ia tidak memperdulikan pandangan orang terhadapnya karena bagi Qois nafasnya dan raganya adalah Laila.
Suatu saat Qois mendengar bahwa Laila telah dijodohkan orang tuanya, Qais memilih menjadi pengembara , meninggalkan kampung kabilahnya dan mengasingkan diri dari kehidupan manusia. Merana di padang pasir dan kadang di hutan belantara, tidak memikirkan dirinya lagi.
Lalu lalang kafilah dan orang yang melihat kondisi Qais yang selalu bersyair memuja Laila penuh dengan cinta dan senang menyendiri, membuat dirinya hanya mengingat nama Laila saja sehingga orang-orang menjulukinya menjadi _*Majnun*_ yang berarti gila.
Sampailah saatnya Laila meninggal dunia, namun Qois tetap menganggap Laila masih hidup dan setiap kali ada orang yang mengingatkan bahwa Laila telah mati, dia hanya menjawab : “_*Laila berada dalam hatiku, dan ia tidak akan mati. Laila sudah dalam hatiku dan akulah Laila*_”.
Suatu hari dari pengembaraannya _Qois_ lewat depan rumah Laila, namun justru ia melihat ke langit. Di sana ada yang berkata : _*Wahai orang gila, janganlah kamu memandang langit, tapi lihatlah pagar rumah Laila, di sana engkau akan lihat lukisan Laila*_
Dia menjawab :”Aku cukup memandang sebuah bintang yang jatuh di atas rumah Laila dan itulah Laila”.
والله اعلم بالصواب

Drs Ibnu Hajar M.Si
Alumni Pondok Pesantren Tebuireng 1980
Cisarua
Ahad, 02 Februari 2025
03 Rajab 1446 H