Polda M

benny_DPR_110523120-768x512-1.jpg

Jakarta – Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi III DPR RI untuk membahas permasalahan atau sengketa kepengurusan Apartemen Graha Cempaka Mas (GCM). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaidi Mahesa di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/5/2023).

Irjen Karyoto mengatakan perkara sengketa Apartemen GCM sampai saat ini belum memperoleh solusi.

“Dalam perjalanannya, bahwa kami memonitor penyelesaian bahwa sengketa kepengurusan Apartemen GCM sudah menempuh berbagai jalur dalam penyelesaian sengketa, bahkan pernah ada cara-cara yang sampai menyebabkan gangguan Kamtibmas,” ucap Karyoto.

“Ini kenapa kami ada di sini, dengan demikian sampai saat ini belum terjadi kesepakatan untuk mencari solusi secara musyawarah,” sambungnya.

Dalam rapat itu, turut hadir pihak-pihak yang bersengketa ialah penghuni apartemen dan pengelola PT Duta Pertiwi.

Sementara itu, Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi yang juga hadir dalam rapat tersebut menjelaskan duduk perkara awal mula kisruh apartemen GCM.

Hengki berkata GCM dibangun dalam dua tahap.

“Pembangunan Graha Cempaka Mas ini awalnya dibangun dalam 2 tahap, yaitu yang pertama tahap pertama pembangunan 6 menara apartemen, yang terdiri atas 888 unit apartemen dan 161 unit ruko selesai tahun 1997, kemudian tahap kedua pembangunan pusat perbelanjaan dan juga rukan 4 susun selesai pada tahun 2002,” jelas Hengki.

Hengki menuturkan usai pembangunan selesai dilakukan, dibentuk Perhimpunan Pemilih Rumah Susun Campuran (PPRSC) GCM dengan SK Gubernur Nomor 1209 Tahun 2000.

Pada 2002-2012, mereka menunjuk PT Duta Pertiwi untuk menjadi pengelola, yang mengelola IPL (Iuran Pengelola Lingkungan).

Namun, pada 2013, PPRSC mengumumkan kenaikan rencana IPL dan PPN. Hengki mengatakan dari sanalah, awal mula konflik terjadi yang mendapatkan resistensi dari sekelompok warga.

“Lima puluh orang ini membentuk Forum Komunikasi Warga (FKW) Graha Cempaka Mas atas inisiasi dari Bapak Tonny Soenanto dan Bapak Saurip Kadi. Kemudian, Forum Komunikasi Warga ini melakukan rapat umum luar biasa yang diinisiasi oleh Bapak Saurip Kadi, dan melakukan perubahan AD/ART serta membuat kepengurusan baru sehingga terjadi dualisme kepengurusan sejak 2013,” ungkapnya.

“PPRSC GCM ini yang pertama menunjuk PT Duta Pertiwi sebagai pengelola itu membawahi kurang lebih 800 kepala keluarga, kemudian P3SRS GCM ini Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Graha Cempaka Mas itu membawahi kurang lebih 200 kepala keluarga tapi tidak menunjuk badan pengelola,” sambungnya.

Hengki menjelaskan, lantaran dualisme tersebut, Tonny kemudian membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3SRS) GCM. P3SRS itu membawahkan kurang lebih 200 kepala keluarga.

“Diawali adanya dualisme kepemimpinan dan kemudian adanya pembentukan P3SRS GCM oleh Pak Tonny Soenanto dan di sini pembentukan ini dianggap oleh kepengurusan yang lama tidak kuorum dan melanggar AD dan ART,” katanya.

Hengki mengungkapkan, akibat dualisme kepengurusan itu, warga lama tetap dikenai iuran melalui PT Duta Pertiwi, begitupun dengan warga baru. Namun kemudian listrik dan air untuk warga dipadamkan lantaran diduga tidak dibayarkan oleh pengurus.

“Kemudian terjadi pemadaman listrik bahwa dalam perkembangannya sejak adanya RULB ini bahkan setelah adanya SK Kepala Dinas Perumahan dan kawasan pemukiman Nomor 591, 592 dari kepengurusan Pak Tonny Soenanto ini mengumumkan agar membayarkan IPL listrik dan air kepada mereka terhadap 200 orang ini,” ujar dia.

“Warga sebagian membayarkan kepada PTRS ini, namun fakta pemeriksaan kami PLN ataupun listrik sama sekali tidak pernah dibayar. Ini yang menjadi akar permasalahan yang terjadi selama kurun waktu 2014 sampai dengan saat ini. Listrik sama sekali tidak dibayar dan ini sudah diakui juga oleh pengurus bahwa hanya membayar air saja. Nah ini yang menjadi akar permasalahan sehingga menjadi konflik di apartemen ini,” imbuhnya.(redaksi Swanara)

scroll to top