Wonogiri – Polisi identik dengan beban tugas dan kegiatan yang padat. Selalu siap siaga setiap saat dan kegiatan tanpa kenal waktu, menjadi tuntutan pengabdian dari pelaku profesi ini.
Namun padatnya tugas bukan berarti menutup seorang anggota kepolisian untuk bisa berbuat lebih di luar rutinitas tugasnya.
Seperti yang dilakukan salah satu personel di Polres Wonogiri ini. Brigadir Eko Julianto namanya. Meski di usia relatif muda, ia sudah membuktikan bahwa tugas berat bukan penghalang untuk bisa memberikan pengabdian lebih untuk umat dan kebaikan.
Di usia 30 tahun, Brigadir Eko yang mengemban tugas sebagai Bhabinkamtibmas Polsek Jatiroto itu, sudah menunjukkan teladannya dengan merintis sebuah pondok pesantren.
Ponpes bernama Santri Manjung itu didirikan di Dusun Manjung Wetan RT 2/3, Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri Kota, Kabupaten Wonogiri delapan tahun silam.
Ponpes ini dirintis khusus untuk mengasuh dan mendidik anak yatim piatu serta mereka yang putus sekolah. Semua proses pendidikan semua anak yatim piatu hingga biaya hidup di ponpes digratiskan. Berkat perjuangan keras dan kemuliaan Brigadir Eko, ponpes itu kini banyak dikenal dan dipercaya mengasuh sekitar 138 anak yatim piatu dari berbagai wilayah.
Brigadir Eko Julianto menceritakan dirinya lahir di Desa Kandang Sapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen 30 tahun silam. Dibesarkan di lingkungan yang bisa terbilang pelosok, membuat mental kerja keras Eko sudah terasah sejak kecil.
Oleh orangtuanya, kemudian ia ditempatkan untuk menimba ilmu di Ponpes Nurul Falah Sragen sejak SD hingga SMA. Saat itu ia mengaku sama sekali tak terbersit bercita-cita menjadi polisi.
Namun takdir berkata lain. Selepas menamatkan jenjang SMA di Ponpes Nurul Falah, ia memutuskan untuk mendaftar calon polisi dan diterima.
Seusai menamatkan pendidikan, Eko kemudian mendapat tugas di Polres Wonogiri sebagai Bhabinkamtibmas di Polsek Jatiroto. Bertugas di lapangan dan rutinitas sambang ke desa-desa membuatnya banyak melihat sisi lain kehidupan sosial masyarakat.
“Jadi dari awal sebenarnya tidak ada gambaran bisa membangun pondok pesantren. Semua berawal dari keprihatinan saya melihat moral generasi muda dengan pergaulan bebas. Anak-anak kecil sudah nggak bisa tata krama sama orangtuanya. Saya jadi prihatin, sampai kapan akan begitu. Lalu banyak anak-anak yang nggak punya bapak ibu, ekonominya susah dan putus sekolah. Kalau dibiarkan masa depan mereka bisa rusak kalau tidak diselamatkan,” ujarnya.
Kegiatan Brigadir Eko Julianto selepas dinas setiap hari ia rela menyempatkan mengajar dari satu masjid ke masjid lain dan dari satu Taman Pendidikan Alquran (TPA) ke TPA yang lain di wilayahnya. Jarak yang jauh dan tumpukan lelah tak menyurutkan niatnya untuk mengajari anak-anak mengaji.
“Nah dari situ pula, saya tersentuh ketika kadang pas patroli atau pas sambang ke lapangan, melihat ada anak yatim piatu, hidupnya susah sampai ada yang putus sekolah. Saya berpikir betapa susahnya mereka dan bagaimana masa depannya nanti. Akhirnya saya tergerak hari untuk bagaimana bisa membantu mengangkat masa depan mereka. Akhirnya ada satu dua anak yatim dan piatu, saya tawari ikut saya mengaji dan mereka mau. Kemudian mereka saya sekolahkan juga,”katanya.(Redaksiswanara)