Banten – Pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Sayyid Ruhollah Musavi Khomeini berhasil membangun Republik Islam Iran melalui referendum dan memimpin Republik Islam Iran sampai akhir hayatnya, 3 Juni 1989, pada tiga puluh lima tahun silam.
Ayatollah Khomeini lahir di Khomeyn, Provinsi Markazi, Iran pada 17 Mei 1900. Pada usia 3 tahun, ayahnya dibunuh. Tapi hasratnya mempelajari Al Qur’an dan bahasa Arab sudah tumbuh dengan mengikuti studi agama yang dibantu saudara, kerabat dan sepupu ibunya. Hinngga akhirnya terbilang sebagai Marja (konsep dalam 12 Islam Syiah, mujtahid atau faqih, ahli syariah) dan penulis yang produktif sampai menghasilkan 40 lebih judul buku, dan dia pun dikenal sebagai aktibis politil yang gigih dan handal.
Pengetahuannya tentang fikih, filsafat Islam mustisisme lewat seminari hingga mencapai ijtihad dengan gigih melawan perolaku Mohammad Reza Pahlevi yang membuat kebijakan terhadap Israel dan Amerika Serikat pada tahun 1963, sehingga harus dideportasi pada tahun 1965 karena menentang penyerahan penasehat militer kepada Amerika Serikat.
Selama 14 tahun di pengasingan, ia terus aktif mengikuti perkembangan politik di negerinya, Iran. Sambil mengirim pesan dan nasehat dan terus memimpin oposisi. Untuk menyambut kemenangan Revolusi Islam Iran, Khomeini membentuk Dewan Revolusi dan Pemerintahan sementara hingga Syah Reza Pahlevi melarikan diri dari Iran. Maka pada 3 Februari 1979 dan 10 Februari 1979, Revolusi Islam Iran resmi berada di tampuk kekuasaan.
Khomeini lantas memerintahkan pemtukan Komite Pertolongan, Jihad Konstruksi, Pengawal Revolusi Iran, Gerakan Literasi, Organisasi Basij dan Dewan Tertinggi Revolusi Kebudayaan pun dibentuk. Hasilnya yang nyata ditandai indikator pendidikan, kesehatan, industri dan keadilan ekonomi bagi masyarakat Iran pulih secara signifikan dibanding sebelum revolusi terjadi dan nyata dilakukan.
Dalam versi majalah Times, Khomeini dinobatkan sebagai Person of The Year pada tahun 1979 karena pengaruhnya yang mencengangkan dunia dan menjadi cermin indah bagi Islam Syiah dalam pendangan budaya bangsa Barat di dunia. Dan Khomeini pun mampu menjalin hubungan yang lebih harmoni antara Sunni dengan Syiah.
Revolusi Islam Iran berhasil mengubah Iran dari sistem monarki dibawah kekuasaan Shah Mohammad Reza Pahlevi menjadi Republik Islam Iran yang langsung dipimpin oleh Aystullah Ruhollah Khomeini, pemimpin revolusi hingga tercatat sebagai revolusi besar ketiga dalam sejarah setelah Revolusi Prancis dan Revolusi Bolshevik.
Pelajaran menarik dari Revolusi Islam Iran yang sukses untuk menghantar rakyat Iran menikmati kesejahteraan yang berkeadilan dan kenyamanan serta ketenteraman yang membahagiakan, jelas karena dilandasi oleh ketaatan dan keteguhan dari kepemimpinan spuritual yang berpegang etika, moral dan akhlak yang kukuh dan konsisten.
Setidaknya, saat Sang Pemimpin Spiritual yang telah menghantar rakyat Iran menikmati buah revolusi ini wafat, apresiasi jutaan rakyat — bahkan warga negera lain pun — merasa kehilangan sesuatu yang sulit untuk dilukiskan. Pemimpin Spiritial yang telah sukses memberi contoh melakukan revolusi yang sukses memang telah wafat pada 3 Juni 1989. Tapi suri tauladan kepemimpinannya yang berbasis spiritual dapat menjadi pemantik dan aspirasi bagi rakyat manapun yang berhasrat menggamit perubahan yang lebih baik untuk dilakukan secara mendasar.(Redaksi SWANARA)