Swanara – Uang merupakan alat tukar utama dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Setiap hari, ribuan transaksi berlangsung — dari pasar tradisional, toko modern, hingga transaksi daring.
Namun, di balik perputaran uang yang dinamis ini, terdapat ancaman senyap yang kerap luput dari perhatian: peredaran uang palsu.
Peredaran uang palsu bukan sekadar tindak kejahatan ekonomi, tetapi juga dapat mengguncang stabilitas keuangan nasional dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem moneter. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini semakin marak seiring dengan kemajuan teknologi pencetakan dan kemudahan akses informasi di dunia digital. Dengan peralatan sederhana dan kecanggihan mesin cetak modern, pelaku dapat memproduksi uang palsu dengan kualitas yang hampir menyerupai uang asli.
Bedakan Uang Asli dan Palsu
Sekilas, uang palsu memang mirip dengan yang asli. Tapi ada beberapa cara mudah agar kita tidak terkecoh:
Cek bahan kertas
Uang asli terbuat dari serat kapas. Teksturnya kesat, bunyinya nyaring saat dikibaskan, warnanya keputih-putihan, dan tahan air. Uang palsu biasanya licin dan mudah rusak saat terkena air.
Terawang uang
Arahkan ke cahaya. Uang asli akan menampilkan gambar pahlawan dan tanda air yang jelas, sedangkan uang palsu tidak.
Perhatikan benang pengaman
Pada uang asli ada benang pengaman dengan tulisan Bank Indonesia yang bisa dilihat dengan kaca pembesar. Ciri ini tidak ada di uang palsu.
Cek nomor seri
Di bawah sinar UV, nomor seri uang asli akan berubah warna (misalnya hitam jadi hijau, merah jadi jingga). Uang palsu tetap berwarna hitam.
Nilai tersembunyi
Uang asli punya angka nominal tersembunyi yang akan muncul bila disinari UV. Fitur ini tidak ada pada uang palsu.
Peredaran uang palsu sering menyasar pasar tradisional dan warung makan—tempat transaksi berlangsung cepat, sering tanpa sempat diperiksa. Masyarakat perlu lebih waspada, bukan sekadar untuk menghindari kerugian pribadi, tapi juga demi menjaga kepercayaan dalam transaksi sehari-hari.
Karena pada akhirnya, uang bukan hanya soal nilai. Ia juga soal kepercayaan. Dan sekali kepercayaan itu rusak, banyak hal lain ikut rapuh.
Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pencabutan Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.(Redaksi swanara)
