_Imam Ahmad bin Hanbal_ adalah murid dari Imam Syafi’i, dimasa akhir hidupnya, beliau bercerita, sebagaimana dikutip dari _Kitab Qishotul Auliya_ sebagai berikut :
“Suatu ketika, saya tidak tahu kenapa saya ingin sekali menuju ke Basrah, salah satu kota di Irak.”
Padahal Imam Ahmad tidak memiliki janji dengan siapapun atau memiliki suatu hajat. Beliau akhirnya tetap berangkat dari Baghdad menuju Bashrah.
Imam Ahmad bercerita, “Setibanya di sana saat Isya’, aku ikut berjamaah shalat Isya di masjid, hati aku merasa tenang, kemudian aku ingin beristirahat.”
Beliau kemudian ingin tidur di masjid untuk beristirahat selepas semua jemaah pergi meninggalkan masjid. Namun, tiba-tiba marbot masjid menghampirinya dan bertanya, “_*Syekh, mau apa disini?*_”
Marbot tersebut tidak mengetahui bahwa beliau adalah Imam Ahmad, seorang ulama besar ahli fiqih dan hadits.
Imam Ahmad pun menjawab, “_*Aku ingin istirahat, aku ini musafir.*_”
Marbot masjid kemudian melarangnya untuk tidur di masjid, Imam Ahmad bahkan didorong olehnya dan dikuncilah pintu masjid tersebut. Kemudian beliau bermaksud untuk tidur di teras masjid, tetapi marbot masjid tetap melarangnya.
Marbot masjid itu berkata kepada Imam Ahmad, “_*Di dalam masjid tidak boleh untuk tidur, di teras masjid juga tidak boleh*_.”
Imam Ahmad mengatakan : Ahmad_*aku ini musafir, ingin beristirahat untuk melepas lelah, di teras mesjid pun tidak mengapa*_”.
Namun marbot masjid tersebut tetap melarangnya, bahkan mendorongnya sampai ke jalanan.
Di samping masjid tersebut, ada sebuah toko roti yang merupakan sebuah rumah kecil sekaligus digunakan untuk berdagang roti. Penjual roti tersebut sedang membuat adonan roti sambil melihat kejadian itu.
Kemudian si penjual roti memanggil Imam Ahmad dan berkata, “_*Mari syekh, Anda boleh menginap di tempat saya, walau tempat saya kecil*_.”
Imam Ahmad kemudian masuk ke rumah penjual roti tersebut dan duduk di belakang penjual roti dan tidak memperkenalkan dirinya. Penjual roti ini tidak berbicara ketika tidak ditanyai oleh beliau.
_*Ia terlihat selalu membuat adonan roti sambal melafalkan istighfar. Saat meletakkan garam, memecahkan telur, dan mencampur gandum, penjual roti ini selalu beristighfar*_.
Imam Ahmad bertanya kepada penjual roti, “_*Sudah berapa lama Anda lakukan ini?*_”
Kemudian dijawab, “_*Sudah lama sekali, Syekh, saya menjual roti sudah tiga puluh tahun, semenjak itulah saya lakukan*_.”
Imam Ahmad bertanya lagi, “_*Apa hasil dari perbuatan Anda ini*_?”
Penjual roti kemudian menjelaskan : “_*Lantaran washilah istighfar, tidak ada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan اَللّهُ ﷻ. Semua yang saya minta langsung اَللّهُ ﷻ
terima, semua dikabulkan اَللّهُ ﷻ kecuali satu yang belum اَللّهُ ﷻ kabulkan*_”
Imam Ahmad pun menanyakan terkait apa do’a yang belum dikabulkan itu.
Kata penjual roti tersebut, “_*Saya meminta kepada اَللّهُ ﷻ supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad, namun sampai saat ini doa saya itu belum dikabulkan*_.”
Seketika, Imam Ahmad kemudian mengucap takbir setelah mendengar pengakuan sang penjual roti. Ia berkata:
“_*Allahu Akbar ! اَللّهُ ﷻ telah mendatangkan aku jauh dari Baghdad pergi ke Bashrah tanpa tujuan dan bahkan sampai didorong oleh marbot masjid sampai ke jalanan, ternyata karena istighfar dan do’a Anda itu, Alloh pertemukan Anda denganku. Aku lah Imam Ahmad itu*_”.
Penjual roti tersebut terkejut dan langsung memeluk dan mencium tangan Imam Ahmad sebagai rasa syukur kepada اَللّهُ ﷻ karena semua hajatnya terpenuhi
Yuk, kita selalu membaca istighfar setiap kali melakukan aktifitas agar hajat dan do’a-do:a kita terkabul. Aamiin
والله اعلم بالصواب
Drs Ibnu Hajar M.Si
Alumni pondok pesantren Tebuireng 1980
Pondok Aren
Kamis, 12 Desember 2024
09 Jumadil Akhir 144 H