Di dalam Kitab _Minhajul Abidin_, karya Imam Al-Ghazali disebutkan tentang beberapa contoh sikap orang-orang shalih terdahulu, jika mengetahui bahwa dirinya dighibah dan digunjing orang, antara lain :
_*Syaikh Hasan Al-Bashri*_ yang mendapatkan berita bahwa dirinya digunjing oleh Si Fulan. Syaikh Hasan Al-Bashri pada pagi harinya kemudian mengirim makanan beberapa _kurma ruthob_ (kurma muda), sambil berkata : “_*Wahai saudaraku, aku mendengar kabar bahwa engkau telah menghadiahkan pahala kebaikan kepadaku, karena kau telah menghibah dan menggunjingku. Maka, terimalah kirimanku sebagai ucapan terimakasihku untukmu*_”.
_*Syaihk Hatim Al-A’shom*_ (Hatim yang tuli) lain lagi kisahnya : Suatu malam dia berhalangan untuk mengerjakan sholat tahajjud. Maka, beliau dicemooh istrinya karena orang-orang membicarakannya. Beliau berkata : “_*Mudah-mudahan keteledoranku tidak tahajjud tadi malam terbayar oleh orang-orang yang mengerjakan sholat tahajjud pada malam itu juga, tetapi pagi harinya mereka mengumpat dan menghibahku, sehingga pahala tahajjud mereka berpindah ke timbangan amalku*_”.
_*Syaikh Ibnu Mubarok*_ juga mendengar cerita tentang seorang pengumpat. Maka dia berkata : “_*Jika aku suka mengumpat, tentu aku akan mengumpat ibuku, sebab ibuku lebih berhak mendapatkan kebaikan dariku atas umpatanku*_”.
_*Oleh karena itu, jaga lisan kita dan jangan mengumbarnya agar kita tidak hancur dan hilang pahala puasanya sebab ghibah. Bukan hanya pahala puasa saja yang terhapus, tetapi pahala-pahala ibadah lainnya*_.
_*Sebaliknya janganlah marah, jika ada orang yang menghibah dan menggunjing kita. Sebab pada hakekatnya ghibah dan gunjingan itu adalah kiriman pahala buat kita dengan tidak perlu dan susah payah beramal*_
Pondok Aren
Senin, 10 Maret 2025
10 Ramadhan 1446 H