PERBEDAAN PENDUKUNG JOKOWI DAHULU DAN SEKARANG.

Dahulu waktu saya menjadi pendukung Jokowi dan mendirikan Ormas HARIMAU JOKOWI itu pengurusnya mayoritas terdiri dari para Lawyer papan atas, jurnalis, akademisi, politisi, purnawirawan Jenderal (TNI dan POLRI) serta aktivis dan Pengusaha.

Saya juga perhatikan di medsos itu ketika itu banyak didominasi oleh pendukung-pendukung Jokowi dari kalangan akademisi serta cendekiawan-cendekiawan alumnus Pondok Pesantren yang cerdas-cerdas.

Lah sekarang ketika saya dkk. menjadi pengkritik Jokowi, kok jadi terbalik 180 derajat, saya perhatikan pendukung Jokowi yang sekarang itu banyak didominasi oleh para preman atau relawan-relawan pemula yang kasar-kasar bicaranya.

Tentu saja saya juga perhatikan masih ada juga beberapa akademisi atau praktisi hukum yang masih mendukung Jokowi meskipun jumlahnya sangat minim sekali, namun mereka itu sekarang jarang yang berbicara, dan senangnya ngajak diskusi dengan saya melalui japri WA saja.

Sebagian dari mereka itu juga jujur bilang ke saya, masih mau mendukung Jokowi meskipun malu dan tak mau mendukung anaknya yang jadi Wapres (Gibran), sedangkan untuk beberapa teman yang dari unsur media terang-terangan bilang ke saya,”Maaf Bang, saya sudah terlanjur dikontrak”. Haha…

Ya tidak apa-apalah, silahkan saja menentukan pilihan politiknya masing-masing. Hanya saja saya baru saja tersentak, kok ada pengamat politik alumnus Berlin yang terang-terangan mengatakan orang-orang yang sekarang ini masih mengejar-ngejar Jokowi, meskipun Jokowi itu sudah tidak lagi jadi presiden, itu karena mereka ingin merebut posisi Wapres yang dijabat anaknya Jokowi (Gibran).

Dalam hati saya berkata dengan meminjam bahasa para pendukung Jokowi yang sekarang bicaranya kasar-kasar:”Hei Jurigen Bensin ! Matamu picek atau apa?! Apa kamu tidak melihat berbagai kerusakan dahsyat sistemik yang diakibatkan oleh prilaku brutal Jokowi selama ini? Jika kamu tahu namun kamu masih membelanya, berarti kamu Pelacur Intelektual !”.

Kemudian ada sahabat sesama alumnus Berlin yang kirim WA japri ke saya:”Mas, dia dulu kan datang di Berlin sesudah Mas Saiful pulang dari Berlin, jadi dia tidak mewarisi tradisi Pendobrak seperti Mas Saiful dkk. Di Berlin dia hanya dapat gelar akademiknya saja, namun nol idealismenya. Maklumi sajalah”.

Terus saya jawab:”Ah, saya dulu juga biasa-biasa saja Mas, hanya penikmat Capucino di Mensa Berlin. Yang sesungguhnya pendobrak-pendobrak itu, ya para sahabat-sahabat senior kita, yang sampai meninggal dunia, juga yang masih hidup saat ini hidupnya sangat sederhana namun tetap idealis dan jujur-jujur. Jangan pernah menyebutku seperti itu, karena itu membuatku sangat malu dengan beliau-beliau itu”…(SHE).

26 April 2025.

Saiful Huda Ems (SHE). Bukan siapa-siapa.

scroll to top