Pendidikan Karakter Di Era Digital untuk Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila

IMG-20231102-WA0000.jpg

Brebes – FKIP Universitas Peradaban melaksanakan kegaiatan Seminar Nasional Pendidikan (SENDIK) Call For Paper yang diselenggarakan pada Sabtu, 21 Oktober 2023 dan dihadiri oleh lebih dari 100 peserta yang diketuai oleh Ibu Ririn Setiyorini, M.Pd, dengan mengusung tema Pendidikan Karakter di Era Digital untuk Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Semnas ini menghadirkan pemateri yaitu Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag (Dosen Negeri Yogyakarta) dan Farid Ahmadi, S.Kom. Ph.D (Dosen Negeri Semarang).
Sejatinya tema yang diangkat tersebut bagian dari usaha FKIP Universitas Peradaban dalam mendalami konsep pendidikan karakter di era digitalisasi yang mengacu pada konsep IMB (Implementasi Mengerdeka Belajar) dan P5 (Profil Pelajar Pancasila), dimana sekarang menjadi bagian tatanan konsep pembelajaran yang digalakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia secara umum.

Kegiatan seminar ini tidak lepas dari harapan FKIP Universitas Peradaban untuk menjadikan pondasi, pengalaman serta pengetahuan bagi para mahasiswa dan peserta seminar secara umum untuk pribadi-pribadi pendidik yang mengaplikasikan kompetensi pedagogik dengan baik dan benar.

Capaian kompetensi pada seminar proseding tidak lepas dari dua tujuan utama kegiatan SENDIK tahun 2023 yaitu terciptanya ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan dengan mengintegrasikan nilai-nilai islam, serta mengupayakan penggunaanya untuuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional dan terselenggaranya program studi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas dan pembangunan nasional. Hal ini selaras dengan tujuan konsepsi kurikulum pendidikan yang menekankan pada dua factor utama yaitu digitalisasi dan profil pelajar Pancasila (P5).

Apa itu digitalisasi dalam kurikulum pendidikan, secara konsep ini berkaitan dengan tindakan yang dilakukan pendidik di ruang belajar melalaui dan menggunakan media sebagai salah satu transfer pengetahuan.

Dalam pernyataan Farid Ahmadi, M.Kom., Ph.D sebagai pemateri menyatakan bahwa “ dalam mempersiapkan era Super Smart Society atau Sosiety 5.0 adalah revolusi industry yang dirumuskan oleh pemerintah jepang mulai diperkenalkan sejak januari 2019, dimana berpusat pada Manusia (Human-centered) dan berbasis teknologi (Teknologi Based) dan diharapkan mengurangi adanya kesenajngan antara manusia dengan masalah ekonomi kedepannya”.

Oleh sebab itu, dalam membekali pendidik dan para calon pendidik harus memahami konsepsi produktif, inovatif dan kreatif.

Hal ini selaras dengan konsepsi kecakapan hidup yang diperlukan dalam menghadapi fenomena pergeseran kebutuhan di abad 21 yang secara global berkembang sangat pesat diberbagai bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan.

Berkaitan dengan konsepsi capaian kebutuhan di abad 21 dalam bidang pendidikan.

Ada tiga point utama dalam membekali dan mempersiapkan pendidik dan peserta didik untuk menghadapi abad 21 anatara lain kemapuan literasi dasar, kompetensi diri dan pendidikan karakter.

Gambar 1. konsepsi kebutuhan dasar di abad 21

Konsepsi kebutuhan dasar abad 21 merupakan bagian dari perencanan kualitas genrasi muda di Indonesia dalam mempersiapkan diri menghadapi era 0.5. dimana dalam capaian manfaat yang dapat diambil oleh masyarakat antara lain:

Mewujudkan masyarakat dimana manusia-manusia didalamnya benar-benar menikmati hidup dan merasa nyaman Menginterogasi ruang maya dan ruang fisik menjadi satu sehingga semua hal menjadi lebih mudah dengan dilengkapi Artifical Intelligence Internet of Things (loT) mampu menghubungkan manusia dengan segala sesuatu.

Berbagai pengetahuan dan informasi akan tersebar bebas dan tanpa batas.

Berkaitan dengan manfaat yang diambil masyarakat dari lintas generasi dan usia sekarang ini, sudah merasakan dampak yang sangat signifikan yang mempengaruhi pola pikir dan budaya kesehariannya. Hal ini dipengaruhi salah satunya pemenuhan berbagai macam kebutuhan banyak dipermudah memalui bantuan media-media digital dan merambah diberbagai bidang ekonomi, sosial, industry, budaya, politik, hukum, bahkan bidang pendidikan.

Di bidang pendidikan sendiri media sekarang bukan hal yang baru karena sebagaian sistem pengoprasian dan pembelajaran disekolah di Indonesia sudah banyak digunakan.

Hal ini juga yang mempengaruhi pola konsep kurikulum yang digunakan yang menekankan pada konsep model Self Regulated Learning yang mengacu pada cara, tujuan, gaya dan manfaat seseorang dalam menilai sendiri hasil belajar.

Self Regulated Learning di sekolah yang sekarang disebut dengan merdeka belajar. Tiga point utama yaitu

1. Sederhana dan mendalam,

2. Merdeka,

3. Relevan dan interaktif.

Tiga konsep ini dapat kita lihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 2. Konsep Merdeka Belajar

Konsepsi merdeka belajar yang diterapkan disekolah sekarang ini berefek pada dua hal yaitu peran masyarakat sekolah (Guru, Orang tua dan siswa) dan sistem pelaksanaan pembelajaran.

Dimana efek merdeka belajar yang pertama yaitu masyarakat sekolah antara lain yaitu:

1. Orang Tua

2. Pendampingan penggunaan Gadget

3.Mengatur jam penggunaan Gadget

4.Pengawasan terhadap aplikasi yang dibuka anak

5. Guru

6. Mengembang kan Media Pembelajaran Interaktif bernilai karakter
Siswa

7. Kreatif

8. Aktif dalam kegiatan positif
Sedangkan efek yang kedua dilihat dari sistem plekasanan pembelajaran merdeka belajar yaitu Implementasi Pembelajaran berbasis TPACK Konten materi menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan Peserta didik di masing-masing satuan unit sesuai fase Mempertimbangkan pembelajaran diferensiasi ( fokus pada student centre dan karakteristik peserta didik )

Dampak Implikasi pembelajaran tersebut yang mengakibatkan guru harus merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keefektifannya.

Beberapa media yang dapat digunakan guru dalam proses pembelajaran anatara lain yaitu media cetak, media audio, media visual, media audio visual, media interaktif, e-learning, media realia.

Perkembangan media dan penggunaan media didalam pendidikan selain memberikan kebermanfaatan tetapi memberikan dampak yang tidak mendidik jika tidak dipergunakan dengan baik dan benar.

Dampak tersebut akan berpengaruh pada acara berpikir dan budaya bertindak siswa.

Dalam pernyataannya Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag sebagai pemateri menyatakan bahwa pada Periode Januari-September 2023 ada 19.593 kasus kekerasan pada anak. Beberapa dianataran yaitu :

1. Kasus Bullyng

2. Kasus Tawuran Antar-Pelajar

3. Kasus Korupsi

4. Kasus Pelecehan

5. Kasus Hamil di Luar Nikah

6. Kasus Perkosaan

7. Kasus Narkoba

8. Kasus LGBT

9. Kasus Perselingkuhan dst

Kasus tersebut telah menjadikan keprihatinan bersama, bahwa moralitas dan karakter anak sekarang menjadi salah satu penyakit yang akut/kronis dalam dunia pendidikan yang harus segera di cegah. Pencegahan ini tidak lepas dari fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional yang terdapat pada pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Berdasarkan point utama fungsi pendidikan nasional sebagai pengembangan kemampuan dan pembentuk watak yang dilakasanakan berdasarkan konsep tujuan pendidikan yaitu melalui pegembangan potensi peserta didik.

Maka sebagai pendidik kita wajib memahami bagai mana pentingnya pembentukan watak yang baik / karekter sehingga potensi positif siswa dapat berkembang.

Kita bisa merujuk pada kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional yang telah merumuskan 18 nilai pendidikan karakter sebagai pondasi penting dalam penanaman dasar pendidikan masyarakat Indonesia, khususnya para siswa. 18 karakter yang dimaksud antara lain:

1. Religius.

2. Jujur.

3. Toleransi.

4. Disiplin.

5. Kerja Keras.

6. Kreatif.

7. Mandiri.

8. Demokratis.

9. Rasa Ingin Tahu.

10. Semangat Kebangsaan.

11. Cinta Tanah Air.

12. Menghargai Prestasi.

13. Bersahabat/Komunikatif.

14. Cinta Damai.

15. Gemar Membaca.

16. Peduli Lingkungan.

17. Peduli Sosial.

18. Tanggung Jawab.

Pengembangan nilai-nilai karakter tersebut telah mengubah konsepsi kurikulum Indonesia yang mengacu pada profil pelajar Pancasila yang sekarang disebut dengan istilah (P5).

Berdasarkan konsepsinya profil pelajar Pancasila menekankan Perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia,

(2) berkebinekaan global,

(3) bergotong royong,

(4) mandiri,

(5) bernalar kritis, dan

(6) kreatif.

Gambar 3. Konsepsi Profil Pelajar Pancasila Konsepsi proyek profil pelajar Pancasila yang ditanamkan dalam pembelajaran disekolah memiliki tujuh konsepsi pengembangan siswa yang harus dipahami oleh guru, ketujuh konsepsi yang dimaksud adalah:

Siswa mampu menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Proyek ini bertujuan untuk membangun rasa kebangsaan dan cinta tanah air pada siswa.

Proyek profil pelajar Pancasila ini memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis dalam mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Proyek yang terintegrasi dalam Kurikulum Merdeka Siswa mampu menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Proyek ini bertujuan untuk membangun rasa kebangsaan dan cinta tanah air pada siswa.

Proyek profil pelajar Pancasila ini memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis dalam mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Proyek yang terintegrasi dalam Kurikulum Merdeka.

Upaya tersebut merupakan bagian usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan pendidik dalam mencegah perilaku siswa yang tidak sesuai dengan moralitas yang mengakibatkan terjadinya kasus-kasus yang telah disebutkan sebelumnya serta menjadi wadah yang baik bagi siswa dalam memaksimalkan potensi dirinya sesuai dengan minat dan bakatnya.

Dalam penerapannya proyek profil Pancasila disekolah dapat dilakukan melalui tiga kegiatan pembelajaran yaitu melalui ekstrakulikuer, Pembelajaran Intrakurikuler atau di Dalam Kelas, serta budaya sekolah.

Penanaman dan pembiasaan tersebut dapat dilaksanakan melalui berbagai strategi, salah satunya Strategi Tarhim/Cinta Kasih, yang menekankan pada empat asepek dasar yaitu:

Teaching: Pembelajaran (separate/integrated).

Reinforcing: Penguatan (peraturan/tata tertib/penataan lingkungan).

Habituating: Pembiasaan (nilai karakter prioritas).

Modeling: Pemodelan (setiap orang memodelkan diri sebagai model karakter).
Harapan besar yang diinginkan pada kegiatan proseding kali ini menjadi pembuka pengetahuan, ilmu serta pengalaman baru bagi kita semua sebagai pendidik kedepannya. Sehingga pencapian tujuan Pendidikan yang akan datang siap bersinergi pada Era Digital dengan baik dan bijak yang berlandaskan karekater luhur serta konsep pendidikan yang belandaskan nilai-nilai Pancasila.(Red)

4 Replies to “Pendidikan Karakter Di Era Digital untuk Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila”

  1. Alvin Paciorek berkata:

    Insightful piece

  2. Alejandro Luckey berkata:

    Excellent write-up

  3. Poznaj więcej berkata:

    Insightful piece

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

scroll to top