Kudus – Penipuan Segitiga (atau Skema Segitiga) adalah modus penipuan modern yang marak terjadi dalam transaksi jual beli online, terutama barang bernilai tinggi seperti mobil bekas.
Skema ini melibatkan tiga pihak utama:
Penjual Asli (Korban 1): Pihak yang menjual barang secara sah.
Pelaku Penipuan: Pihak yang memanipulasi informasi dan transaksi.
Pembeli Asli (Korban 2): Pihak yang ingin membeli barang tersebut.
Cara Kerja (Modus Operandi)
Pelaku bertindak sebagai “jembatan” yang menghubungkan penjual asli dan pembeli asli, tanpa keduanya menyadari keberadaan pelaku:
Memasang Ulang Iklan: Pelaku mengambil foto dan deskripsi iklan barang dari Penjual Asli (misalnya di marketplace).
Menjual Lebih Murah: Pelaku memposting ulang iklan tersebut di platform lain dengan harga sedikit lebih murah (untuk menarik Pembeli Asli).
Membuat Kesepakatan: Pembeli Asli tertarik dan melakukan kesepakatan harga dengan Pelaku, dan diarahkan untuk mentransfer uang (DP atau pembayaran penuh) ke rekening Pelaku.
Memanipulasi Penjual: Pelaku kemudian menghubungi Penjual Asli dan berlagak sebagai Pembeli atau makelar yang akan segera mengambil barang, seringkali memanfaatkan bukti transfer palsu atau meyakinkan penjual bahwa pembayaran sudah diurus.
Barang Diserahkan ke Korban: Pelaku mengatur agar Pembeli Asli (Korban 2) mengambil barang langsung dari Penjual Asli (Korban 1).
Hasil Akhir:
Pembeli Asli (Korban 2) kehilangan uang (karena ditransfer ke Pelaku).
Penjual Asli (Korban 1) kehilangan barang (karena diserahkan tanpa menerima uang yang sah).
Pelaku Penipuan mendapatkan uang dari Pembeli Asli dan lolos.
Ciri-Ciri Utama Penipuan Segitiga
Harga Jauh di Bawah Pasar: Ini adalah pancingan utama bagi Pembeli Asli.
Permintaan Transaksi Luar Platform: Pelaku memaksa Pembeli Asli mentransfer langsung ke rekening pribadinya, menghindari sistem keamanan marketplace.
Alasan Berbelit saat Tatap Muka: Jika ada pertemuan (COD), Pelaku sering melarang Pembeli Asli bernegosiasi harga atau bicara detail transaksi dengan Penjual Asli.
Fraud Triangle (Segitiga Kecurangan) dalam Kriminologi
Fraud Triangle adalah model yang dikembangkan oleh kriminolog Donald R. Cressey untuk menjelaskan tiga faktor yang harus hadir agar seseorang yang pada dasarnya jujur dapat melakukan tindakan kecurangan atau korupsi.
Model ini sangat populer digunakan dalam audit, akuntansi forensik, dan pencegahan korupsi. Tiga elemen yang membentuk segitiga ini adalah:
Tekanan (Pressure)
Ini adalah dorongan atau motif non-finansial yang membuat seseorang merasa terpaksa melakukan kecurangan. Tekanan ini bisa berupa:
Masalah Finansial Pribadi: Utang besar, gaya hidup mewah, kebutuhan mendesak.
Tekanan Pekerjaan: Target kerja yang tidak realistis atau keinginan untuk menutupi kinerja buruk.
Tekanan Emosional: Kecanduan (judi, narkoba) atau masalah keluarga.
Kesempatan (Opportunity)
Ini adalah situasi di mana pelaku melihat adanya celah dalam sistem kontrol internal organisasi yang dapat dimanfaatkan. Kesempatan muncul ketika:
Pengawasan (audit) internal lemah atau tidak konsisten.
Standar Operasional Prosedur (SOP) tidak dijalankan secara ketat.
Tidak ada pemisahan tugas (satu orang memegang kendali penuh atas suatu proses).
Kurangnya transparansi dalam suatu proses (misalnya pengadaan).
Pembenaran (Rationalization)
Ini adalah proses mental di mana pelaku meyakinkan dirinya bahwa tindakannya dapat diterima secara moral atau etika. Tanpa pembenaran, seseorang akan sulit melakukan kejahatan. Contoh pembenaran umum:
“Saya hanya pinjam, nanti akan saya kembalikan.”
“Perusahaan berutang kepada saya, jadi ini kompensasi.”
“Semua orang juga melakukannya.”
“Saya pantas mendapatkan ini karena saya sudah bekerja keras.”
Dengan memahami ketiga elemen ini, organisasi dapat mengambil langkah preventif dengan: mengurangi tekanan (misalnya, melalui konseling keuangan), menutup kesempatan (memperkuat kontrol internal), dan membangun budaya integritas (mengurangi pembenaran).(Red)
