Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi menekankan pentingnya pemerintah daerah, sekolah, dan keluarga untuk memperkuat pendidikan karakter serta membangun budaya tanpa kekerasan di lingkungan pendidikan.
“Kasus ini menjadi refleksi penting bahwa kekerasan di sekolah adalah persoalan serius yang harus dicegah bersama,” ujarnya
Hal itu dikatakannya menanggapi kasus perundungan antar pelajar di SMP Negeri di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, yang berujung pada korban meninggal dunia.
Setiap satuan pendidikan juga diharapkan memiliki Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPK) yang selaras dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023.
Peraturan tersebut juga menegaskan bahwa pemeriksaan hingga langkah-langkah pemulihan perlu diupayakan dalam merespons kasus kekerasan, termasuk di antaranya perundungan.
Pendampingan perlu diberikan, baik kepada korban, saksi, maupun terlapor atau pelaku perundungan yang berusia anak.
Pendampingan bagi korban dapat mencakup penyediaan layanan kesehatan dan layanan konseling untuk meminimalkan dampak perundungan.
perlu adanya tindakan korektif dan edukatif yang terukur bagi pelaku untuk mencegah residivisme.
“Seluruh pihak di sekolah wajib ikut serta dalam menciptakan iklim sekolah yang kondusif sehingga kasus perundungan tidak kembali terulang. Hal ini termasuk menghapus paradigma maupun praktik disiplin dengan kekerasan serta toleransi terhadap tindak kekerasan di sekolah,” ujarnya.
seorang siswa SMPN berinisial JS (13) tewas usai dianiaya oleh teman sekolahnya berinisial SR (13) di dalam kelas di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, pada Senin (29/9) pagi.
Awalnya, korban mendatangi kelas SR dan mengajak SR berkelahi. SR kemudian menganiaya korban dengan menggunakan gunting yang diambilnya dari laci meja di kelas tersebut.
Korban langsung dilarikan ke rumah sakit. Namun nahas, korban meninggal saat dalam perjalanan.(Redaksi swanara)