KARSITI IBU SEDERHANA DEDI MULYADI YANG MENGAJARKAN PERJUANGAN, ULET DAN MENGAYOMI PADA JELATA

FB_IMG_1743403816548.jpg

Selain ayah seorang prajurit Siliwangi mengajarkan ketegasan dan pantang menyerah pada hidup, Dedi Mulyadi beruntung memiliki seorang Ibu yang sederhana dan ulet dalam menghadapi cobaan hidup.

Sang ibu berjuang sendiri menafkahi 9 anaknya dengan bekerja serabutan dari mencari rumput untuk dijual sebagai pakan ternak, kuli tanam pada sawah orang hingga berjualan apapun untuk bisa makan dan tetap berjuang agar anak-anaknya tetap sekolah.

Ayah Dedi Mulyadi terpaksa pensiun dini karena penyakit yang disebabkan saat berjuang ia diracun oleh mata-mata Belanda hingga akibat itu sang ayah tak bisa bekerja lagi apalagi saat masih berdinas ia menolak sogokan beberapa kawannya untuk berbuat curang untuk menjual pupuk secara ilegal.

Semenjak sang ayah pensiun, maka sang ibu berjuang menghidupi 9 anak termasuk si bungsu Dedi Mulyadi.

Dari sang ibu ini lah Dedi Mulyadi belajar ulet agar bisa sekolah, sejak masuk SMP ia menjual domba piaraannya untuk membeli sepeda agar bisa tak jalan kaki bolak balik 20 kilometer dari rumah ke sekolah.

Makanan istimewa mereka di rumah adalah ikan asin yang itupun hanya bisa dinikmati sebulan sekali awal gajian istilah Dedi Mulyadi saat itu.

“Jika tanggal muda lewat, lauk kembali normal hanya nasi, garam dan bawang untuk makan sehari hari” kata Dedi Mulyadi dalam sebuah wawancara.

Selepas SMA, Dedi sempat menjajal kemampuan diri untuk mengikuti jejak sang ayah menjadi tentara Terlebih lagi dia punya sosok idola M Jusuf maka ia mendaftar ke AKABRI dan Secapa namun sayangnya, kedua upaya itu kandas.

Dedi lalu menjajal masuk Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran di Bandung dan ia lulus, namun kembali kendala biaya membuat Dedi mundur dari Universitas Padjadjaran.

Gagal melanjutkan sekolah, Dedi memutuskan ikut sang kakak ke Purwakarta yang kerjanya sebagai pegawai kecil bertugas menjaga genset dengan gaji 100 ribu perbulan.

Walau tidur tanpa alas karena kamar kos sang kakak kecil, Dedi muda nekat mendaftar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Purwakarta.

Untuk biaya kuliah, ia berjualan gorengan atau bisnis apa pun yang penting halal.

“Hasil dari jualan gorengan, beras, dan lainnya, saya gunakan untuk biaya kuliah dan berorganisasi. Saya pun tinggal di sekretariat,” kisah Dedi lagi.

Untuk kuliah, Dedi Mulyadi tiap hari berjalan kaki dan rela pulang menemani kawanmya hanya untuk kadang diajak makan nasi goreng karena ia kadang seharian tak makan bahkan pernah hanya minum air selama 3 hari karena tak punya uang sepeserpun.

Kehidupan yang dijalani oleh Dedi Mulyadi itu lantas menjadikannya seperti sekarang ini.

Dirangkum dari berbagai sumber

scroll to top