Di dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin dijelaskan bahwa sesungguhnya marah itu adalah nyala api yang diambil dari api neraka Alloh ﷻ yang naik ke hati dan sesungguhnya marah itu terletak di lipatan hati, seperti bertempatnya bara api di bawah abu.
Oleh karena itu barangsiapa dikeluarkan oleh api kemarahan, berarti dia sedang berdekatan dengan syaitan karena sesungguhnya syaitan itu ducipatakan dari api, sedang manusia diciptakan dari tanah.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya keadaan tanah adalah tenang dan wibawa, sedang keadaan api adalah menyala-nyala, mencari, bergerak, dan berguncang. Dan sesungguhnya bekas-bekas kemarahan ini pada lahirnya adalah merubah warna wajah, gemetar pada sendi-sendi tubuh, keluarnya perbuatan yang tidak teratur, tergoncangnya gerakan dan perkataan, sehingga buih putih tampak pada tepi mulut, biji mata menjadi merah, hidung seakan-akan terbalik, dan bentuk tubuh berubah.
Apabila seseorang yang sedang marah melihat ke cermin di depannya, niscaya kemarahannya akan berhenti karena malu melihat kejelekannya dan melihat perubahan wajahnya
Adapun akibat buruk dari sifat marah tersebut terhadap orang yang dimarahi adalah iri hati, dengki, menyembunyikan kejahatan, selalu berusaha untuk mencari kejahatan dan kejelekannya, bercita-cita membuka rahasianya, dan lain-lain.
Oleh karena itu Rasulullah ﷺ berpesan kepada Ibnu Umar RA ketika dia menanyakan sesuatu amal yang Alloh ﷻ tidak murka. Maka Rasulullah ﷺ berpesan : *jangan marah*. Bahkan sabda tersebut diulangi beliau sampai tiga kali.
والله اعلم بالصواب

Drs Ibnu Hajar M.Si
Alumni Pondok Pesantren Tebuireng 1980
Pondok Aren
,Rabu, 19 Februari 2025
20 Sya’ban 1446