Keadilan Restorative Justice : Paradigma Baru Penegakan Hukum Yang Humanis

Kudus – Keadilan Restoratif (Restorative Justice – RJ) adalah pendekatan revolusioner dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang kini semakin masif diterapkan oleh aparat penegak hukum, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, hingga Mahkamah Agung.

Pendekatan ini menggeser fokus tradisional dari sekadar penghukuman pelaku (retributive justice) menjadi pemulihan hubungan dan kompensasi kerugian yang dialami oleh korban.

1. Apa Itu Keadilan Restoratif?

Restorative Justice dapat didefinisikan sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait (seperti tokoh masyarakat atau adat). Tujuannya adalah untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan.

Dalam RJ, tindak pidana dipandang sebagai konflik yang merusak hubungan antara individu dan masyarakat. Oleh karena itu, penyelesaiannya harus difokuskan pada:

Pertanggungjawaban Pelaku: Pelaku mengakui dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

Pemulihan Korban: Pemenuhan hak-hak korban, seperti ganti rugi, permohonan maaf, atau pengembalian aset.

Reintegrasi Sosial: Upaya mengembalikan pelaku dan korban agar dapat kembali hidup harmonis dalam masyarakat.

2. Dasar Hukum dan Payung Kebijakan

Di Indonesia, penerapan RJ memiliki dasar hukum yang kuat dan dipertegas melalui kebijakan institusi penegak hukum, antara lain:

Peraturan Kepolisian (Perpol) No. 8 Tahun 2021: Mengatur secara spesifik tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif di tingkat penyelidikan dan penyidikan Polri.

Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020: Mengatur Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA): RJ wajib diterapkan dalam kasus anak sebagai upaya diversi.

Dengan adanya payung hukum ini, Polri menempatkan RJ sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penegakan hukum, yaitu penegakan hukum hanya dilakukan bila RJ tidak dapat ditempuh atau kasusnya terlalu berat.

3. Syarat dan Kriteria Penerapan RJ oleh Polri

Penerapan Keadilan Restoratif tidak bisa dilakukan pada semua kasus. Perpol No. 8 Tahun 2021 menetapkan dua jenis persyaratan utama:

Persyaratan Keterangan
Syarat Formil Terpenuhinya proses administrasi: 1. Telah ada perdamaian dari kedua belah pihak. 2. Pemenuhan hak-hak korban (ganti rugi, pengembalian barang) dan tanggung jawab pelaku.
Syarat Materiil Kriteria kasus dan dampak sosialnya: 1. Bukan tindak pidana yang menimbulkan korban jiwa (misalnya pembunuhan). 2. Tidak menimbulkan keresahan/penolakan dari masyarakat. 3. Pelaku bukan pengulangan tindak pidana (residivis). 4. Bukan tindak pidana khusus berat (korupsi, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara).
Umumnya, RJ diutamakan untuk Tindak Pidana Ringan (diancam pidana penjara di bawah 3 bulan) dan kejahatan lain dengan ancaman pidana di bawah 5 tahun, seperti pencurian ringan yang didorong faktor ekonomi.

4. Tantangan dan Capaian Polri

Polri terus menunjukkan komitmen tinggi dalam menerapkan RJ. Sepanjang tahun 2024 (per rilis akhir tahun), Polri mengklaim telah menyelesaikan puluhan ribu perkara melalui mekanisme RJ, yang menunjukkan kenaikan signifikan dari tahun sebelumnya.

Tantangan utama dalam pelaksanaan RJ adalah:

Edukasi Masyarakat: Masih ada pemahaman bahwa perdamaian di kepolisian identik dengan ’86’ (negosiasi ilegal), padahal RJ adalah prosedur resmi yang transparan.

Kesediaan Korban: Mendapatkan persetujuan korban untuk berdamai seringkali sulit, terutama jika kerugian yang diderita cukup besar atau menimbulkan trauma mendalam.

Kasus Rentan: Polri harus sangat berhati-hati agar RJ tidak diterapkan pada kejahatan yang merugikan kelompok rentan (misalnya kekerasan terhadap perempuan dan anak), meskipun dalam kasus anak, RJ diwajibkan oleh UU SPPA.

Polri menekankan bahwa penerapan RJ harus didukung oleh dialog terbuka, mediasi yang netral oleh penyidik, dan melibatkan peran tokoh masyarakat untuk memastikan penyelesaian tersebut benar-benar adil dan diterima oleh semua pihak.

Kesimpulan:

Keadilan Restoratif adalah masa depan penegakan hukum Indonesia yang berorientasi pada nilai-nilai kearifan lokal dan kemanusiaan. Dengan fokus pada pemulihan korban dan reintegrasi pelaku, RJ tidak hanya mengurangi beban Lapas dan biaya negara, tetapi yang terpenting, ia mengembalikan rasa keadilan sejati yang hidup di tengah masyarakat.(Redaksi swanara)

scroll to top