Prosedur Hukum untuk Menyelesaikan Penundaan Pembagian Warisan antara lain;
1. Pengadilan
Sengketa pembagian harta warisan dapat diselesaikan di pengadilan dengan terstruktur dan sistematis sesuai dengan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa waris merupakan bagian dari kewenangan mutlak pada Pengadilan Agama yang tergolong dalam perkara perdata sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Pengadilan menyelesaikan konflik warisan dengan cara mediasi bagi ahli waris yang bersengketa dimana mediasi dalam penyelesaian perkara perdata dapat dilaksanakan pada awal litigasi maupun selama litigasi. Kewajiban untuk melaksanakan mediasi ini diatur dalam ketentuan Pasal 3 angka 1 dari Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016.
Menyelesaikan konflik penundaan pembagian harta warisan melalui pengadilan adalah upaya yang berdasar hukum kuat karena pengadilan mempunyai kewenangan mutlak untuk menyelesaikan sengketa kewarisan. Putusan yang diperoleh juga tidak dikeluarkan begitu saja melainkan adanya pertimbangan kuat dari hakim dengan memperhatikan aspek agama dan hukum sebelum memutuskan perkara.
Penyelesaian perkara kewarisan di pengadilan juga merupakan jalan terakhir jika konflik tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Untuk itu, menyelesaikan masalah penundaan pembagian warisan di pengadilan jauh lebih memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi para pencari keadilan.
2. Arbitrase
Arbitrase merupakan penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau arbitrase sementara (ad hoc). Arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu perjanjian bahwa suatu keputusan arbiter akan final dan mengikat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa arbitrase adalah perjanjian perdata yang dibuat berdasarkankesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka yang diputuskan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa dan para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter.
Arbitrator atau arbitrer ini biasanya adalah individu yang ahli dalam hukum warisan atau hukum perdata yang relevan dengan sengketa warisan tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Prosedurnya sedikit mirip dengan pengadilan resmi, contohnya seperti terdapat bukti yang akan disajikan, argumen hukum diajukan, dan pihak-pihak yang terlibat akan memiliki kesempatan untuk menghadirkan saksi dan ahli.
Penggunaan arbitrase dalam menyelesaikan penundaan pembagian warisan dapat menjadi alternatif yang efektif untuk menghindari kompleksitas proses pengadilan atau untuk menjaga privasi dari masalah warisan tersebut. Namun demikian, penting untuk mempertimbangkan nasihat hukum profesional sebelum memilih jalur arbitrase untuk memastikan bahwa semua prosedur dan hak-hak hukum dari pihak-pihak yang terlibat terjamin dengan baik.
3. Mediasi
Penyelesaian sengketa di luar jalur litigasi dapat dilakukan melalui mediasi. Mediasi adalah metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan di mana pihak-pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan (konsensus) dengan bantuan mediator yang netral, baik secara mandiri maupun dengan bantuan pihak ketiga yang netral.
Proses mediasi dapat memberikan fleksibilitas dan kesempatan bagi pihak-pihak yang terlibat untuk menyelesaikan sengketa mereka secara damai dan tanpa melalui proses peradilan formal. Namun demikian, penting untuk mencari bantuan dari mediator yang berpengalaman dalam hukum warisan untuk memastikan bahwa mediasi berjalan dengan lancar dan kesepakatan yang dicapai adalah adil dan dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.
Mediator bertindak sebagai fasilitator. Hal ini menunjukkan bahwa tugas mediator hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalah dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 huruf (k) dari Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016. Mediator berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang bersengketa. Mediator juga harus memastikan keadaan dan situasi kondusif.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi mempunyai keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya ialah adanya sifat kesukarelaan dalam proses karena tidak adanya unsur paksaan, prosedur yang cepat, keputusannya bersifat non judicial, prosedur rahasia, fleksibilitas dalam menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu dan hemat biaya, tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan pemeliharaan hubungan yang harmonis.(Redaksi swanara)