KONSEP CINTA SEJATI

Dalam tulisan-tulisan terdahulu ada dikisahkan tentang pelaku cinta sejati dua anak manusia yang berbeda jenis seperti Qois dan Laila. Namun ada juga kisah cinta sejati antara hamba dan Tuhannya sebagaimana kisah Siti Zulaikha yang hanya mencintai اَللّهُ ﷻ, tidak menyisakan ruang untuk mencintai selain-Nya meskipun terhadap Nabi Yusuf AS. Contoh lain dari kisah sejati antara hamba dengan Rabnya adalah _Rabi’atul Adawiyah_.

_*Robiatul Adawiyah mendefinisikan pengertian cinta secara umum. Menurut Rabi’ah, cinta diartikan tidak berpaling dan mendua, bahkan di dalam hatinya tidak ada ruang sedikitpun yang terbuka selain untuk orang yang dicintai. Apakah cinta terhadap seseorang ataupun cinta terhadap Robnya*_.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa suatu saat Rabi’ah melihat tokoh sufi seangkatannya yang bernama _Riyah bin Amru Al-Qoisy_ yang sedang mencium anak kecil yang sedang bermanjaan di pangkuannya. Rabi’ah bertanya : “Kamu mencintai anak kecil ini”?

Riyah menjawab : ‘Ya”.

Rabi’ah terkejut dan kembali bertanya : “Tak pernah kusangka bahwa ternyata kau masih berani menyisakan ruang cinta kepada selain اَللّهُ ﷻ”.

Kemudian Riyah menjawab : “Sungguh merupakan Rahmat اَللّهُ ﷻ yang tercurahkan kepada hamba-Nya melalui rasa cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada anak kecil’.

Kisah di atas menjelaskan perbedaan antara cinta ilahi dengan cinta terhadap selain-Nya. Riyah memberikan contoh cinta kepada Robnya dan cinta terhadap hamba-Nya. Sementara Robiatul Adawiyah memberikan contoh cinta murni hanya kepada Robnya tanpa sedikitpun ruang dihatinya selain mencintai-Nya.

Maka pantaslah para sufi seperti Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, Hasan Al-Bashri, Ibrahim bin Adham, Malik bin Dinar, Yazid Al-Busthomi, Robiatul Adawiyah, dan sufi lainnya, mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Tuhannya karena mereka memiliki rasa cinta yang begitu mendalam dan mendominasi seluruh jiwa, nafsu, dan hatinya. Sebagai bukti dari kecintaan terhadap Robnya, mereka para sufi memiliki berbagai karomah yang tidak dimiliki oleh hamba pada umumnya.

Cinta yang dimiliki oleh kaum sufi ini adalah _*cinta tanpa pamrih yang memberi kesan pengabaian atas janji surga-Nya dan ancaman neraka sebagai motivasi pengabdian*_. Sebagaimana bait syair yang didendangkan oleh Rabi’atul Adawiyah :

“Ya Rabb jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, maka bakarlah aku ke dalam api neraka jahannam. Dan jika aku menyembah-Mu karena menginginkan surga, maka halangilah aku untuk mencapainya. Namun jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku terhadap-Mu, maka janganlah halangi aku untuk melihat keindahan-Mu’.

والله اعلم بالصواب

Drs Ibnu Hajar M.Si
Alumni Pondok Pesantren Tebuireng 1980


Pondok Aren
Kamis, 06 February 2025
07 Sya’ban 1446

scroll to top